KURBAN : MOMENTUM PENYEMBELIHAN KARAKTER HEWANI


Bila kembali kepada historisnya, ibadah kurban sudah ada sejak Nabi Adam As, kurban pertama kali yang terjadi di muka bumi ini adalah kurban yang diselenggarakan oleh dua putera nabi Adam (Habil dan Qabil) kepada Allah Swt. (Al-Maidah: 27). Sedangkan secara ritualistik, sejarah ritus kurban bermula dari Nabi Ibrhaim As. Yakni, tatkala ia bermimpi disuruh Tuhan-nya untuk menyembelih Ismail As, seorang putra yang sangat dicintainya (Q.S Ash-Shaffat, 37: 102-110). Singkat alkisah dari persitiwa kenabian Ibrahim inilah ibadah kurban muncul dan menjadi tradisi umat Islam hingga saat ini.

Totalitas pengabdian sang Kholilullah
Diceritakan dalam Al-Quran surat as-Saffat ayat 102-106 yang artinya:
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” Ia menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis (nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: "Hai Ibrahim!, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah, Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata”.
Kisah tersebut menunjukkan tentang keberanian, kepatuhan dan cinta nabi  Ibrahim kala itu benar-benar diuji, namun dengan gentle beliau ikhlas menjalankan ketaatannya kepada Tuhannya. Sementara ketokohan Ismail adalah simbol kesetiaan, keikhlasan dan keberanian manusia untuk berkurban, dan sebagai lambang ekspresi ketulusan cinta. Kelahirannya membuktikan betapa pada usia lanjut Ibrahim mendapatkan Ismail yang ia sangat cintai, Ismail adalah muara cintanya di dunia. Tetapi yang dicintainya itu harus siap disembelih sebagai kurban sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah, namun keinginan keduanya tersebut kemudian Allah mengganti dengan sesembelihan yang besar (QS. as-Saffat ayat, 37:107).

Ritual kurban adalah simbol kepekaan sosial
Selain kewajiban dalam ibadah mahdhah (vertikal transendental) yang sudah ditentukan syarat dan rukunnya, ada pula kewajiban beribadah ghairu mahdhah (sosio-horizontal), yaitu manusia dituntut menjadi pribadi yang sholeh individual sekaligus soleh sosial; yaitu memiliki kepekaan terhadap situasi masyarakat, kepedulian, berbagi kasih kepada sesama. Ibadah kurban adalah  suatu bentuk pengabdian dan kepasrahan seorang hamba yang bertaqwa, yaitu menyembelih hewan yang disyariatkan, dipotong yang dilakukan bersama-sama, kemudian dagingnya dibagi dan dinikmati bersama. Salah satu hikmah kurban adalah ‘menyembelih’ sifat hewani pada diri manusia seperti karakter rakus, tamak dan bakhil yang merupakan sifat yang dimiliki binatang buas. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dalam buku “Madarijus Salikin” menjelaskan bahwa pemuasan nafsu merupakan perbuatan manusia yang membuat mereka tidak berbeda dengan semua jenis hewan.
Manusia juga diistilahkan homo homini lupus, yaitu ‘manusia adalah serigala bagi yang lainnya’. Lupus merupakan nama hewan dalam bahasa Yunani berarti serigala. Serigala diibaratkan sebuah kelicikan dalam berinteraksi antar sesama. Mengambil kesempatan dalam kesempitan. Menyerang lawan atau buruannya dengan cara keji. Menyingkirkan saingan dengan cara jahat dan saling membunuh karakter dan karir sesamanya. Oleh sebab itu dalam bingkai nafsuh kebinatangan itulah kehidupan manusia akan menggambarkan kehidupannya seperti binatang, di mana banyak ‘manusia serigala’ yang mengejar kekuasaan dengan curang, halalkan semua cara, mengadu domba manusia, dan serakah dalam bentuk koruptif.
Sementara keberhasilan manusia dalam hidup sangat bergantung dengan kekhusukan jiwanya dan kedekatannya, serta kecenderungannya dengan ruh ilahi dalam tubuhnya tersebut. Dengan demikian, dapat dan mungkin manusia diarahkan untuk menundukkan jiwanya, yang di dalamnya ada syahwat dan sifat kebinatangan, sehingga mempunyai kecenderungan kepada jiwa ilahiah.
Ibn Sina mengatakan, sesungguhnya setiap manusia dilandasi kekuatan-kekuatan (al-Quwwah al-Nabatiyah, al-Quwwah al-Hayawaniyah, dan alQuwwah al-Insaniyah), dengan kekuatan-kekuatan itu manusia melakukan tindakan-tindakan baik, dan dengan kekuatan itu pula, manusia melakukan kejahatan. (Harun Nassution, 1979: 61).
Ibadah kurban memberi hikmah bagi kita. Menyembelih hewan kurban bukan sekedar memotong lehernya. Namun sebagai tarbiyah tentang keikhlasan yang diwarisi Ibrahim As melalui peristiwa kurban adalah membuang karakter hewani pada diri kita. Kuncinya adalah keikhlasan. Sifat hewani manusia bisa dikendalikan atau dibatasi dengan syariat dan nilai-nilai agama. Tujuannya adalah untuk mencapai derajat taqwa. Ibadah kurban merupakan perwujudan rasa syukur atas nikmat Allah yang tak terhingga jumlahnya yang telah kita terima. Momentum kurban adalah ibrah keteladanan nabi Ibrahim as, kita juga dapat mengambil pelajaran bahwa harus siap mengorbankan segala sesuatu yang paling kita cintai sekalipun, guna menjalankan perintah Allah.
Rangkaian peristiwa yang dialami nabi Ibrahim As. yang puncaknya dirayakan sebagai hari raya Idul Adha harus mampu mengingatkan kita bahwa yang dikurbankan bukanlah manusianya, tetapi yang dikurbankan adalah sifat-sifat hewani yang ada dalam diri manusia. Apalagi dalam situasi era digital jaman now ini yang bebas mengakses informasi antar ruang dan waktu yang sering terjadi kejahatan siber, saling menfitnah, isu palsu, cyber bullying, cyber war, penipuan dan semacamnya. Sifat-sifat yang demikian itulah yang harus dikebiri bahkan perlu disembelih, dan menjadikan ibadah kurban sebagai qurban (kedekatan) diri kepada Allah Swt. (QS. al-Hajj [22]:37).
Wallahu ‘a’lam bishawab…!

 “Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai” (QS. al-A'raf,7: 179).


Selamat Hari Raya Idul Adha 1439 H. #janganlupabahagia

0 Comments:

Posting Komentar